BONETERKINI.COM,-- Desentralisasi dan otonomi daerah
menjadi babak baru perjalanan bangsa ini. Setelah lepas dari orde baru,
penguatan desentralisasi secara konstitusi
melalui perjalanan panjang
dengan beberapa kali revisi,
mulai dari UU No. 22 tahun 1999 hingga yang terbaru UU No. 23 Tahun 2014.
Dengan landasan ini membuat daerah untuk meningkatkan daya saing bak pacuan
untuk menjadikan daerahnya unggul dan terdepan atas daerah lainnya. Kondisi ini
mengharuskan setiap daerah untuk melakukan inovasi atau mati tertinggal atas
daerah lainnya. Ini sebuah pilihan yang tentu tidak mudah, buruan penghargaan
pun menjadi misi yang tak terbendung dari wajar tanpa pengecualian hingga
kepala daerah Inovatif.
Berburu penghargaan tersebut rupanya belum mampu
berjalan secara beriringan dengan pelayanan publik di daerah, hal ini setelah
Kementerian Reformasi birokrasi merilis hasil akuntabilitas istansi pemerintah
di Sulawesi Selatan dari 23 Kabupaten/Kota hanya Kota Makassar dan Kabupaten
Gowa yang mendapat “B” sementara lainnya berebut angka “C” dan “CC”, sebuah
presen buruk ditengah keharusan pemerintah daerah untuk berinovasi sebab ini
terkesan tidak memperdulikan kepentingan publik dan cenderungan bersifat
politik praktis.
Realitas
kadang tak sejalan dengan konsep yang dicanangkan. Dalam prakteknya ada 2 hal yang membuat
daerah mengalami kesulitan secara umum antara kebijakan yang populis tetapi
tidak berdasar kebutuhan publik atau
kebijakan tidak sesuai kebutuhan publik tetapi populis, belum lagi persoalan
anggaran menjadi momok yang menakutkan pemerintah daerah dalam melakukan
inovasi, sebab ide saja tidaklah cukup tanpa adanya dukungan dana yang mampu
membiayai inovasi tersebut.
Penomena itu
menjadi hal yang wajar, akan tetapi feedback
yang diperoleh setelah melakukan perubahan seyogyanya menjadi pertimbangan bagi
daerah untk melakukan inovasi agar ketergantunan terhadap dana perimbangan dan
suplay pinjaman dari pemerintah pusat dapat di minimalisir. Sebab pertambahan
nilai dan peningkatan produktivitas adalah ciri adanya inovasi lantas daya
saing apa yang ditawarkan jiak tidak dibarengi dengan kedua hal tersebut.
Inovasi
pemerintahan daerah,
berdasarkan prakarsa kepala daerah, masyarakat, dan anggota legislatif dapat
menjadi cikal bakal bergeraknya inovasi di daerah. terbitnya peraturan
pemerintah Nomor 38 tahun 2017 tentu menjadi spirit baru bagi pemerintahan
daerah dalam berinovasi. Beberapa daerah di inodensia telah berhasil dalam
melakukan inovasi di daerahnya seperti di jembrana yang melakukan inovasi pada
bidang pendidikan dan kesehatan, telah berhasil memberikan efek positif dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Inovasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan juga mencakup perubahan dan pembaharuan struktur maupun kebiasaan
yang telah berlangsung secara rutin mulai dari peubahan secara individu,
kelembagaan dan sistem untuk mendukung inovasi dalam birokrasi pemerintahan
daerah. Sementara itu tipologi inovasi berupa produk layanan, proses, metode,
dan juga kebijakan menjadi kunci keberadaan inovasi di daerah.
Inovasi
daerah tak lepas dari kapasitas pemimpinnya. Tentunya pemilihan umum kepala daerah secara serentak 2018
adalah momentunya.
Memilik kandidat yang punya kapasitas dalam memajukan daerah. Hal ini menjadi
tantangan bagi kandidat yang akan bertarung untuk lebih jeli melihat persoalan
yang berkaitan dengan isu-isu penyelengaraan pemerintahan lokal (Local Government).
Sebab tak jarang
janji politik pada proses kampanye tidak dapat direalisasikan setelah terpilih,
sulitnya membumikan visi dan misi menjadi alasan buruknya kinerja yang dicapai,
belum lagi mengkomunikasikan visi tersebut dari SKPD hingga level RT abai.
Padahal keberhasilan kinerja sebuah pemerintahan dengan model desentralisasi
buttom-up tentu sangan bergantung pada kebutuhan publik level terrendah yang
bersentuhan langsung. Beberapa pengalaman saat penulis menyambangi SKPD justru
tidak dapat menjabarkan arti visi dan misi yang di buat oleh sang kepala Daerah
ketika konotasinya dialamatkan dalam uraian program yang telah disusun oleh
SKPD.
Citra dan janji politik tentu
bukan penentu kemajuan daerah. Tapi kapasitas kepemimpinan yang inovatif dalam
mengelola daerah. Kapasitas ini bisa di ukur dari janji politik dan program
yang dijanjikan kandidat kepala daerah. Lebih jauh bisa melihat track record
kepemimpinan kandidat yang bertarung. Dengan demikian ditangan rakyatlah
jembatan menuju kepmimpinan inovatif di daerah.
Penulis : Ali Anas (Kandidat Doktor Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Ssosial dan Ilmu Politik UNHAS)
Editor : Anugrah