BONETERKINI.COM.-- Pemilihan
kepala daerah (Pilkada) adalah medan pertarungan segala aspek. Mulai dari
partai politik, kekuatan figur, sampai pada adu gagasan. Sehingga tak mengherankan, semua kandidat
harus menyewa konsultan profesional untuk mendampinginya. Peran konsultan politik ini sangat vital,
sebab mulai pada branding personal, perumusan visi misi dan janji politik,
sampai pada strategi pemenangan kandidat.
Realitasnya
pilkada pun semakin kompleks. Sejak bergulirnya pemilihan kepala daerah secara
langsung pada tahun 2005 yang lalu, tawaran menjadi konsultan politik pun
menjamur, menjadi jasa pemikiran, survey dan apa saja yang menjadi kebutuhan
sang kandidat. Namun dalam perjalanannya masih jauh dari cita-cita otonomi daerah,
tetapi pada proses pendidikan politik dan administratif menunjukkan arah yang
lebih progres. hal ini dengan lahirnya pemimpin-pemimpin daerah berkaliber
nasional tentu ini merupakan hal yang positif, sebab masyarakat lokal dapat
terlibat aktif dalam kegiataan politik, dengan prakarsa dengan public affairs menjadi kampanye politik
calon kepala daerah. Tetapi kemudian bagi sebagian daerah masih kesulitan untuk
merealisasikan mewujudkan cita-cita itu dalam kurun waktu satu periode
kepemimpinan, sehingga seakan memberi sinyal bahwa untuk merealisasikannya harus
dengan dua periode atau 10 Tahun.
Sepertinya
ada yang keliru dari analisis konsultan politik pilgub Sulsel 2018 kali ini.
Padahal pada umumnya, perumusan visi, misi dan program kandidat berdasarkan
hasil survei terkait pemetaan potensi daerah serta kekuatan politik sang
kandidat. Dimana wacana pendidikan, kesehatan, Lapangan kerja, birokrasi yang
bebas korupsi masih menjadi janji politik yang diprioritaskan kandidat. Padahal
berbagai potensi daerah yang potensial dikembangkan belum tersentuh oleh janji
politik dari keempat kandidat yang bertarung dalam pilgub 2018 ini.
Kekeliruan
kandidat dalam merumuskan visi dan misi politik tidak seirama dengan resources daerah, metode “menghalalkan
segala cara” pun dilakukan dan tak jarang berujung buih akibat ketidakmatangan
perencanaan. Sepertinya perumusan visi dan misi ini lebih berbasis pada
kesukaan, bukan kebutuhan masyarakat Sulawesi Selatan.
Salah
satu sektor yang belum tersentuh adalah sektor pertanian. Padahal mayoritas
masyarakat sulsel masih bergantung pada pertanian, investasi pemilik modal
kadang menjadi alasan beberapa program kemudian ditransaksikan oleh elit dan
pengusaha, dalam kampanye masyarakatlah seharusnya menjadi target transaksi
tersebut.
Sulawesi
Selatan merupakan salah satu penyanggah pangan nasional, ini seharusnya menjadi
aset praga bagi para kandidat yang akan bertarung dalam perhelatan politk
melalui pemilukada 2018, mengapa harus pangan? sebab trend integrasi ekonomi
dan perdagangan global, pangan yang berbasis pada teknologi, informasi dan
komunikasi, merupakan tuntutan koherensi antar negara juga untuk meningkatkan
produktifitas, efisiensi dan daya saing .sebagai daerah yang agraris sektor
pertanian dapat memiliki peran dan kontribusi menurut hasil kajian kementerian
pertanian diantaranya adalah, bahan pangan dan bahan baku industri, fungsi
pelestarian lingkungan, sebagai sumber devisa, pasar potensial dan pendapatan
serta tenaga kerja dan akumulasi kapital.
Pada
tahun 2015 produksi meningkat 4,97% dengan nilai berkisar Rp. 15,73 T bahkan
produksi jagung mencapai 18,11% dengannilai Rp. 11,191 T disisi lain produksi
kedelai justru anjlok di angka produksi 0,8 pada tahun 2016 dengan nilai Rp.
0,07 T dibanding tahun sebelumnya diangka produksi 963,183. Skala nasional
Tentu ini sangat menjanjikan jika mendapat perhatian setidaknya Sulawesi
selatan adalah daerah dengan kuadran I dalam daya saing pertanian disamping
Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Riau, Kalimantan selatan dan Kalimantan
Timur. Dari data tersebut kemudian yang harus dijemput dan diindaklanjuti
melalui program visis dan misi pada kandidat yang akan bertarung pada pilkada
serentak 2018, sehingga kemudian program politik akan berdmpak sustainable bagi
masyarakat, sejauh ini janji politik akan mati terkubur bersamaan dengan
lepasnya tahta kekuasaan sebagai sang Kepala Daerah, padahal sejatinya suatu
program yang menjadi kebutuhan publik harus tetap dipertahankan pasca
pergantian kepemimpinan. Memang bukan hal yang mudah sebab tidak cukup hanya
bersumber melalui kepemimpinan yang inovatif tetapi juga membutuhkan dukungan political will melalui kebijakan sarana
dan prasarana level pedesaan, investasi penelitian melibatkan peguruan tinggi,
peningkatan kapasitas SDM, penganggaran
selain itu kerjasama lintas sektor baik oleh kementerian pertanian, PU, BPS,
Perindustrian, perdagangan dan istansi lain nya membangun kolaborasi dan
stabilitas sosial politik (Keamanan, ketertiban dan kerawanan sosial) tidak
kemudian saling melempar tanggung jawab seakan tidak ada yang bersedia bertanggung
jawab.
Sebab
lembaga publik tidak ada yang berdiri sendiri tentu saling terkait, agar
kemudian isu agrikulture dijadikan perhatian serius, agar pangan sulsel dapat
memiliki daya saing kompetitif tentu memerlukan formulasi kebijakan antar
sektor dan multidisiplin sosial dan ekonomi, sebuah program tanpa dukungan
kebijakan hanya akan menjadi obrolan ideal di warung kopi sehingga tidak ada
rantai nilai yang terbangun terkait pertanian, selama ini pula kekurangan
terletak pada upaya peningkatan volume dan nilai ekspor tapi juga harus ada
peningkatan kinerja di semua tingkatan agar dapat meminimalisisr impor produk
pertanian. Pertanian hanya salah satu dari sekian banyak kewenangan yang
menjadi desentralisasi sehingga inovasi pada sektor pertanian harus berorientasi
pada peningkatan produktivitas.
Berjanji saja pun belum tentu
direalisasikan. Apa lagi memang tak disentuh dalam visi dan misi kandidat. Ini
menandakan bahwa pertaruhan pangan kita dimasa depan semakin suram. Kandidat
masih memiliki waktu untuk mempertegas komitmennya terkait pengembangan pangan,
begitu pun rakyat masih memiliki kesempatan memilih kandidat yang peduli dengan
rakyatnya. Visi dan misi kandidat adalah kontrak politik kepada rakyat.
Pelajari, pahami dan memilihlah pemimpin yang visioner dan inovatif untuk
Sulawesi selatan yang lebih baik.
Penulis : Ali Anas (Awardee LPDP Program S3 FISIPOL Universitas Hasanuddin)
Editor : Anugrah