Artikel: Analisis Hubungan Rasio gini, IPM dan Angka Pengangguran) terhadap Penurunan Kemiskinan di Wilayah Kerja KPPN Bantaeng

Artikel: Analisis Hubungan Rasio gini, IPM dan Angka Pengangguran) terhadap Penurunan Kemiskinan di Wilayah Kerja KPPN Bantaeng

Kamis, 23 Desember 2021,

(Oleh : Andi Yusuf KPPN Bantaeng)

Tahun 2021 akan segera berakhir, namun pandemi covid-19 masih belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Varian demi varian terus bermunculan, hingga kini terdapat varian omicron sebagai varian terakhir di tahun 2021 yang menurut pemberitaan, varian ini berkali-kali lipat lebih berbahaya dari varian covid-19 sebelumnya. Dampak Covid-19 yang begitu hebat sangat bisa dirasakan, tak hanya pada sektor kesehatan, namun juga pada sektor ekonomi. Menurut catatan statistik, ekonomi Indonesia mengalami penurunan terparah setelah krisis 1998 semenjak covid-19 merebak, meskipun menurut data statistik terakhir, ekonomi Indonesia kini sudah mulai pulih dan bangkit.

Pada triwulan III tahun 2019, sebelum covid-19 merebak, pertumbuhan PDB di Indonesia ada di angka 5,01%. Kemudian pada periode yang sama pada tahun 2020, ada di angka -3,49%, menurun sangat tajam semenjak covid-19 merebak. Dan data terkini di periode yang sama pada tahun 2021, pertumbuhan PDB ada di angka 3,51%. Tren pertumbuhan PDB yang berbentuk kurva menyerupai seperti jurang ini juga terjadi hampir di semua wilayah Indonesia, termasuk Sulawesi Selatan.

Berdasarkan data year on year periode triwulan III, pertumbuhan PDB di Sulsel pada tahun 2019, 2020 dan 2021 adalah masing-masing sebesar 7,16%, -1,1% dan 3,24%. Bisa diambil kesimpulan bahwa ekonomi Indonesia yang menurun akibat covid-19 kini sudah mulai bangkit, ditandai dengan pertumbuhan PDB yang kembali naik di periode triwulan III 2021.

Ketika berbicara tentang pertumbuhan ekonomi, tentunya tidak bisa terlepas dari persoalan kesejahteraan masyarakat. Bagaimana cara mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat di tengah perekonomian yang fluktuatif seperti sekarang? Sebelum memulai, perlu digarisbawahi bahwa tolok ukur yang digunakan oleh penulis untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat pada tulisan ini adalah dengan menggunakan angka penurunan kemiskinan. 

Berdasarkan data statistik terakhir, penurunan kemiskinan di Indonesia periode Sept 2020 – Maret 2021 ada di angka 0,05% atau berkurang sebanyak 0,01 juta penduduk, sedangkan di provinsi Sulawesi Selatan, penurunan kemiskinan periode Q2 2020 – Q1 2021 ada di angka 0,21%, tertinggi ke-2 setelah provinsi NTT di angka 0,22% di periode yang sama.

Angka penurunan kemiskinan di wilayah Sulawesi Selatan bisa dikategorikan sangat baik, apabila dibandingkan dengan angka penurunan kemiskinan nasional yang hanya di angka 0,05%. Banyak faktor yang bisa memengaruhi angka penurunan kemiskinan, namun kali ini penulis ingin mencoba menganalisis 3 variabel / faktor yang menurut logika penulis cukup berpengaruh terhadap angka penurunan kemiskinan. Ketiga variabel tersebut adalah rasio gini atau ketimpangan sosial, IPM (Indeks Pembangunan Manusia) dan angka pengangguran (TPT). 

Data yang dipakai untuk menganalisis adalah data statistik tahunan 2016 s.d. 2020 dari daerah-daerah yang menjadi lingkup wilayah kerja KPPN Bantaeng, yaitu Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Bantaeng dan Kabupaten Bulukumba
Dihimpun dari data statistik oleh BPS Kab., BPS Provinsi, KUA Kab. dan RKPD, angka rata2 IPM (Indeks Pembangunan Manusia) di lingkup wilayah kerja KPPN Bantaeng tahun 2016 s.d. 2020 adalah masing-masing sebesar 64,95, 65,67, 66,26, 66,86, 67,33. Kemudian, data yang digunakan untuk mewakili angka pengangguran adalah data TPT atau Tingkat Pengangguran Terbuka.

Angka TPT di wilayah kerja KPPN Bantaeng pada tahun 2017 s.d. 2020 adalah masing-masing sebesar 2,95, 3,11, 2,80, 3,18. Dan kemudian data rasio gini rata-rata di wilayah kerja KPPN Bantaeng tahun 2016 s.d. 2020 masing-masing ada di angka 0,375, 0,359, 0,335, 0,349, 0,355.
Berdasarkan data-data dari 3 variabel independen diatas, penulis akan mengkorelasikannya secara satu persatu dengan angka penurunan kemiskinan menggunakan kalkulator koefisien korelasi Pearson dari www.statskingdom.com/correlation-calculator.html. 

Adapun data angka kemiskinan di wilayah kerja KPPN Bantaeng pada tahun 2016 s.d. 2020 adalah masing-masing sebesar 11,02, 11,01, 10,73, 10,39, 10,21, konsisten menurun sepanjang tahun 2016-2020. Dari hasil analisis data tahun 2016 s.d. 2020 yang didapat, dapat dilihat bahwa IPM memiliki korelasi negatif kuat dengan angka kemiskinan (r=-0,9588), kemudian rasio gini memiliki korelasi positif sedang dengan angka kemiskinan (r=0,4157) dan TPT memiliki korelasi lemah dengan angka kemiskinan (r=-0,1862). Hasil analisis dapat dilihat pada grafik berikut.

Angka Indeks Pembangunan Manusia memiliki korelasi negatif yang sangat kuat (r=-0,9588) terhadap penurunan angka kemiskinan di wilayah kerja KPPN Bantaeng, ini berarti ketika IPM meningkat, angka kemiskinan akan menurun dengan skala nilai yang hampir sama. Maka dari itu, pemerintah sudah selayaknya untuk lebih fokus menangani pengembangan sumber daya manusia. 

Ada pepatah dalam bahasa Inggris yang mengatakan, edukasi adalah senjata terbaik untuk melawan kemiskinan, hal ini dibuktikan dengan korelasi yang kuat antara kedua variabel tersebut. Pada postur anggaran, baik APBN maupun APBD, telah dianggarkan minimal 20% untuk pendidikan. 20% anggaran yang digelontorkan untuk pendidikan bisa dibilang sangat cukup, namun hal yang lebih penting adalah pengawasan kuat atas pelaksanaan anggaran pendidikan tersebut. Anggaran pendidikan harus dipastikan tepat sasaran dan tepat guna. 

Saran yang bisa penulis beri apabila dilihat dari sisi penganggaran, maka perlu untuk menggunakan sekitar 1-2% porsi APBN/APBD khusus untuk mengawasi pelaksanaan anggaran dari 20% porsi APBN/APBD yang digelontorkan.
Rasio gini memiliki korelasi positif sedang (r=0,4157) dengan penurunan angka kemiskinan, ini berarti apabila rasio gini menurun, maka angka kemiskinan akan menurun dengan skala lebih kurang 40% dari penurunan rasio gini, atau sebaliknya.

Meskipun pengaruh rasio gini tidak terlalu signifikan, namun rasio gini tetap menjadi faktor penting dalam pengentasan kemiskinan, mengingat sumber daya yang kita miliki terbatas, maka harus diatur sedemikian rupa agar merata dan tidak dikuasai segelintir orang saja. Angka rasio gini di wilayah kerja KPPN Bantaeng berada di bawah rata-rata regional dan nasional.

Meskipun rasio gini tersebut di bawah rata2 regional dan nasional, angka tersebut masih relatif tinggi apabila dilihat dari tax ratio. Pada tahun 2020, dengan rasio gini 0,355, tax ratio di wilayah kerja KPPN Bantaeng hanya sebesar 1,38%. Rasio gini berkaitan erat dengan tax ratio mengingat salah satu fungsi pajak yaitu "fungsi redistribusi pendapatan".

Tax ratio di wilayah kerja kppn bantaeng tahun 2020 ada di kisaran angka 1,38%, jauh di bawah rata2 nasional di angka 8,33% angka tax ratio tersebut sama-sama mengalami penurunan tajam dikarenakan pandemi yang memaksa pemerintah untuk memberikan banyak insentif perpajakan.

Data tax ratio di wilayah kerja KPPN Bantaeng didapat dari PDRB 2020 Kabupaten Bantaeng, Bulukumba dan Jeneponto yang totalnya sebesar Rp33,824 Triliun, dan data realisasi penerimaan pajak tahun 2020 yang sebesar Rp459,886 Miliar (data BPS Sulsel, BPS Kab. dan KPP). Rasio gini yang besar mengindikasikan kebutuhan tax ratio yang tinggi pula untuk dapat meratakan pendapatan. 

Sedangkan jika rasio gini kecil, maka dapat dianggap wajar apabila tax ratio rendah, dikarenakan pendapatan sudah cukup merata. Pengenaan pajak progresif kepada masyarakat kelas atas dapat menjadi salah satu langkah tepat untuk memaksimalkan tax ratio sekaligus menekan rasio gini. 

Dengan UU HPP baru yang semakin menuntut partisipasi tinggi dari masyarakat kelas atas dan golongan kaya, diharapkan dapat menekan rasio gini sekaligus menaikkan tax ratio yang outcome akhirnya adalah meratakan perekonomian dan menekan angka kemiskinan.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) memiliki korelasi negatif yang lemah (r=-0,1862) terhadap penurunan angka kemiskinan. Hal ini berarti fluktuasi TPT tidak terlalu berpengaruh terhadap penurunan angka kemiskinan. TPT sendiri merupakan persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja. 

Pengaruh TPT yang sangat kecil terhadap angka kemiskinan ini bisa saja terjadi karena pendataan pekerja yang simpang siur. Misal terdapat pekerja lepas (freelancer), atau wirausahawan kecil (UMKM) yang masih terdata sebagai penganggur terbuka, atau bisa juga disebabkan angkatan kerja yang sedang mengikuti pelatihan atau pendidikan secara informal/otodidak, atau kemungkinan kecil juga terdapat orang yang bisa hidup tanpa bekerja hanya dengan warisan atau hibah dari orang lain. 

Terlepas dari itu semua, angka pengangguran tetap menjadi faktor penting menurut penulis dikarenakan pekerjaan adalah sumber penghasilan yang bisa membebaskan orang dari jerat kemiskinan.
Angka Pengangguran di wilayah kerja KPPN Bantaeng jauh dibawah rata2 angka pengangguran di Sulsel maupun di Nasional, hal ini menjadi nilai tambah karena secara logika, kecilnya angka pengangguran berbanding lurus dengan penurunan angka kemiskinan. 

Insentif yang bisa diberikan oleh pemerintah adalah inovasi belanja padat karya, dimana rekanan yang mendapat proyek pemerintah diwajibkan atas mereka untuk mempekerjakan masyarakat sekitar, atau bisa juga berupa pemberian insentif dan dukungan terhadap perusahaan yang menerapkan padat karya sehingga bisa membuka laprangan kerja yang luas untuk masyarakat. Hal lain yang bisa ikut menekan TPT yaitu dengan peningkatan IPM, untuk menciptakan SDM yang kompeten dan berintegritas.

Kesimpulan yang penulis dapat dari analisis diatas adalah, ketiga variabel yang disebutkan sama-sama penting meskipun tingkat pengaruhnya terhadap angka penurunan kemiskinan variatif (ada yang tinggi, sedang dan rendah). IPM yang menjadi faktor paling penting perlu terus didorong untuk dapat dimaksimalkan, mengingat pada tahun 2020, target IPM dari 3 Kabupaten di wilayah kerja KPPN Bantaeng masih belum tercapai. 

Untuk rasio gini, meskipun pengaruhnya moderat, tetap perlu didorong mengingat perbandingan tax ratio dengan rasio gini di wilayah kerja KPPN Bantaeng masih perlu ditingkatkan. Untuk angka TPT, daerah lingkup wilayah kerja KPPN Bantaeng sudah cukup bagus, meskipun pengaruhnya terhadap penurunan angka kemiskinan kecil, hal ini perlu diapresiasi karena kecilnya TPT diharapkan dapat menciptakan perekonomian yang terakselerasi dan secara tidak langsung berpengaruh pada penurunan angka kemiskinan.

Memaksimalkan perkembangan kredit program juga berpotensi untuk menurunkan angka kemiskinan dengan menekan angka TPT serta rasio gini. Hal ini dikarenakan kredit program, baik KUR ataupun Umi, dapat memberi peluang untuk seluruh lapisan masyarakat, terutama masyarakat yang tidak ataupun belum bisa mengajukan pinjaman bank, untuk mengembangkan bisnis mereka sendiri dengan skala mikro s.d. menengah. 

Program ini dapat menekan rasio gini dengan prinsip penciptaan pasar persaingan sempurna, yaitu memperbanyak produsen untuk menghindari pasar monopoli/oligopoli agar perekonomian tidak hanya dikuasai oleh segelintir pihak saja, dan juga secara tidak langsung dapat membantu menurunkan angka pengangguran melalui potensi penciptaan lapangan kerja baru.


Daftar Pustaka :
BPS Nasional, Sulawesi Selatan, Kab. Jeneponto, Kab. Bulukumba dan Kab. Bantaeng.
RKPD 2020 Kab. Bulukumba, KUA 2020 Kab. Bantaeng dan KUA 2020 Kab. Jeneponto.

TerPopuler