Aib Keluarga Patutkah Diumbar?

Aib Keluarga Patutkah Diumbar?

Kamis, 10 Februari 2022,




BONETERKINI. COM--Ceramah ustadzah OSD yg sudah beberapa hari belakangan viral dan  kontroversial, cuitan, komentar dan tanggapan berbagai pihak masih didendangkan diberbagai media. Diantara pernyataan yg menarik buat saya pernyataan  Prof. Kamaruddin Amin, dan perwakilan MUI, keduanya lebih netral dalam mengomentari beberapa sisi dari kisah yg diutarakan OSD. 

Apa yg dihadapi oleh OSD itu merupakan bagian dari tantangan para da'i da'iyah
di era digital. 
Ada beberapa hal yg menurut saya patut digaris bawahi,
- Kisah yang disampaikan oleh ustadzah OSD bagian dr ibrah, (terlepas kejadian itu benar adanya atau tidak). Adalah pembelajaran dalam berkeluarga, bahwa dalam mengarungi rumah tangga ada suka dan ada duka yg menyertai, ada ketenangan dan ada kegaduhan, ada riak kecil, dan tdk menutup kemungkinan ada ombak yg menggulung, ada rintik, terkadang jg ada hujan lebatnya. tdk melulu suka atau sebaliknya. 

Kasus pemukulan yg dialami oleh seorang perempuan sebagi korban KDRT oleh suaminya dan kasus itu disimpan rapat,  tdk serta merta diceritakan ke orang tuanya yg pada saat bersamaan sedang berkunjung ke rumah si anak & menantu, boleh jadi karena pertimbangan sbb;
 
- Orang tua itu adalah orang istimewa yg selalu berharap anaknya baik-baik saja bersama keluarga kecilnya, dan harapannya itu melampui harapan "baik-baik saja" untuk dirinya. Kebahagiaan anak adalah hal utama baginya. 

- Apa yg dilakukan sang istri ini sebenarnya ia lagi mentaushiyah dirinya sebagai bentuk kesabarannya menghadapi hal perih yg tak pernah diharap oleh perempuan mana pun, dan jg "terutama" mentaushiyah suaminya sebagai pelaku kekerasan,  bahwa aku punya cara  menyembunyikan aibmu, aku mampu bersandiwara demi kamu dan keluarga kita. 

- Si istri memberi pertimbangan bagi dirinya, bahwa ada saat ia harus mengkomunikasikan duka laranya kepada orang yg tepat, situasi yg sesuai, serta tempat/media yg benar. "Berusaha cerdas" mempertimbangkan segala kemungkinan² mana yg terbaik walaupun pahit. 

Walau kita semua tdk ada yg melegitimasi KDRT, tapi sy kira kita tdk akan serta merta melaporkan kondisi buruk yg dialami ketika orang tua bersilaturrahim dan ingin memastikan anak menantunya baik-baik saja. Tidak bisa  dibayangkan, jika si istri saat membuka  pintu, menyambut orang tuanya dan memeluknya disertai deraian air mata dgn aduan ia telah dipukul oleh suaminya dengan kasar. Tentu ia tdk menginginkan jika orang tuanya tetiba mengalami heart attack (serangan jantung) atau cardiac arrest (henti jantung). Kondisinya lebih buruk kan? 

- Pertimbangan maslahah, pertimbangan fiqh prioritas, taqdimul aham 'alal muhim (mendahulukan yang terpenting dari yang penting), dan yg terpenting saat itu bagi si istri adalah menyembunyikan dukanya melalui suka cita menyambut orang tua. 

- Sebagai bentuk menjaga rahasia keluarga yg masih dicintainya. 

Semoga Allah menganugerahi kita keluarga yg menyayangi dan mencintai sepenuh hati, tdk melakukan KDRT baik psikis maupun fisik, verbal maupun non verbal.

Kita pun demikian wahai para istri, karena KDRT merupakan perilaku yg tidak selalu dilakukan oleh suami, akan tetapi hal yg sama jg bisa dilakukan oleh istri. Atau salah satu dari keduanya menjadi pemicu terjadinya KDRT. Maka berusahalah untuk tidak menjadi pemicu terjadinya KDRT dan tahan dirilah untuk tdk menjadi pelaku KDRT.
#Muhasabah

Rasulullah bersabda, 
"Janganlah seorang mu'min laki-laki memarahi seorang mu'minah. Jika ia merasa tidak senang terhadap satu perangainya, maka ada perangai lain yang dia sukai." (HR Muslim).

Dalam Kitab mau'idzhatul Hasanah diungkapkan;

"Betapa banyak didapati seseorang pria tatkala bertemu dengan sahabatnya di tempat kerja maka ia akan bersifat mulia dan lembut, namun jika ia kembali ke rumahnya maka ia berlaku pelit, keras, dan menakutkan. Padahal orang yang paling berhak untuk ia lembuti dan ia perlakukan dengan baik adalah istrinya".

So ... Berbaik²lah pada istrimu, karena Rasulullah manusia terbaik pada istri-istrinya. Itu Sunnah ya! 

Bagaimana dengan poligami, sunnahkah? Itu pembahasan di media lain biar pakarnya yg mengupas tuntas.

Penulis: Dr. Hj. Hukmiah Husain, Lc., M.Ag
WK 1 BAZNAS Kab. Bone
Alumni Universitas Al Azhar Kairo Mesir.

TerPopuler