BONETERKINI.COM - Kabupaten Bone dikenal sebagai salah satu daerah agraris terbesar di Sulawesi Selatan. Wilayah ini telah lama menjadi penopang ketahanan pangan provinsi, dengan potensi lahan pertanian yang luas dan masyarakat yang menggantungkan hidup pada sektor pertanian.
Bone merupakan salah satu kontributor utama produksi pangan Sulawesi Selatan. Namun, di balik capaian tersebut, terdapat tantangan yang semakin nyata: perubahan iklim, penurunan kesuburan tanah, fluktuasi harga komoditas, serta rendahnya kompetensi tenaga kerja pertanian dalam menghadapi perubahan teknologi dan pasar global.
Kondisi ini menuntut arah baru dalam pembangunan ketenagakerjaan dan pertanian Bone — arah yang lebih berkelanjutan, produktif, dan ramah lingkungan. Di sinilah pentingnya mempersiapkan dan membina tenaga kerja di sektor “green job” atau pekerjaan hijau, sebagai bagian dari strategi meningkatkan ketahanan pangan daerah.
Apa Itu Green Job, dan Mengapa Penting?
Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), green job adalah pekerjaan yang berkontribusi terhadap pelestarian atau pemulihan kualitas lingkungan. Artinya, setiap pekerjaan yang mengurangi dampak negatif terhadap alam, memperbaiki efisiensi energi, atau meningkatkan keberlanjutan sistem ekonomi dapat disebut sebagai pekerjaan hijau.
Dalam konteks Bone, pekerjaan hijau bisa mencakup pertanian organik, pengolahan pupuk dan pestisida alami, energi terbarukan untuk pertanian, hingga pengelolaan limbah hasil tani menjadi produk bernilai ekonomi.
ILO memperkirakan bahwa transisi menuju ekonomi hijau dapat menciptakan lebih dari 4,4 juta lapangan kerja baru di Indonesia pada tahun 2030, terutama di sektor pertanian, energi, dan kehutanan. Potensi besar ini perlu dijemput melalui program pembinaan dan peningkatan kompetensi tenaga kerja yang terarah, terutama di daerah agraris seperti Kabupaten Bone.
Tantangan Kompetensi Tenaga Kerja di Bone
Berdasarkan data BPS Kabupaten Bone, sekitar 85,79% tenaga kerja di Kabupaten Bone masih berpendidikan maksimal SMA, dan sebagian besar bekerja di sektor pertanian. Kesenjangan keterampilan menjadi hambatan utama dalam adopsi teknologi pertanian modern yang ramah lingkungan.
Padahal, dengan dukungan pendidikan dan pelatihan yang tepat, tenaga kerja lokal Bone memiliki potensi besar menjadi pionir tenaga kerja hijau. Mereka tinggal diarahkan pada keterampilan praktis seperti:
Pembuatan pupuk organik dan biogas dari limbah pertanian dan peternakan;
Penggunaan teknologi digital dan sensor IoT dalam sistem pertanian cerdas (smart farming);
Manajemen air untuk efisiensi irigasi;
Pengembangan rantai pasok berkelanjutan melalui pengolahan hasil pertanian yang ramah lingkungan.
Balai Latihan Kerja (BLK) Bone dapat menjadi pusat pelatihan vokasional hijau (Green Skill Center) yang mengintegrasikan kurikulum pertanian berkelanjutan, energi terbarukan, dan kewirausahaan hijau. Kolaborasi dengan perguruan tinggi vokasi, lembaga riset, dan dunia industri juga sangat diperlukan untuk menyesuaikan pelatihan dengan kebutuhan riil pasar tenaga kerja.
Ketahanan Pangan dalam Konteks Green Economy
Ketahanan pangan bukan hanya persoalan ketersediaan beras atau jagung, tetapi juga soal keberlanjutan sistem produksi pangan. Menurut laporan Kementerian Pertanian (2023), perubahan iklim menyebabkan penurunan produktivitas pertanian hingga 15–20% di beberapa wilayah Indonesia akibat kekeringan dan banjir yang ekstrem.
Di Bone, fenomena ini mulai terasa dalam dua tahun terakhir, terutama di wilayah timur dan selatan yang rentan kekeringan. Jika tidak diantisipasi dengan penerapan teknologi ramah lingkungan dan tenaga kerja terlatih, ketahanan pangan daerah dapat terganggu dalam jangka panjang.
Penerapan green job dapat menjadi solusi ganda:
1. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas pangan, melalui teknologi yang hemat air dan energi;
2. Mengurangi ketergantungan terhadap bahan kimia pertanian, sehingga menjaga kualitas tanah dan air;
3. Meningkatkan pendapatan tenaga kerja pertanian, karena produk hijau memiliki nilai jual dan pasar yang lebih stabil.
Dengan kata lain, membangun tenaga kerja hijau bukan hanya langkah pelestarian lingkungan, tetapi juga investasi ekonomi yang cerdas untuk masa depan Bone.
Perlu Kolaborasi dan Dukungan Kebijakan
Transformasi menuju ekonomi hijau di Bone membutuhkan dukungan kebijakan lintas sektor. Pemerintah daerah dapat memainkan peran penting melalui:
Integrasi program green job dalam Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah;
Pemberian insentif bagi wirausaha hijau di sektor pertanian dan energi;
Kemitraan dengan dunia industri dan lembaga sertifikasi kompetensi hijau (BNSP/LSP) agar tenaga kerja Bone memiliki daya saing nasional dan global.
Contoh praktik baik bisa dilihat dari program Pertanian Cerdas Iklim (Climate Smart Agriculture) yang telah diterapkan di beberapa kabupaten di Jawa Tengah dan Bali. Program ini terbukti mampu meningkatkan efisiensi produksi hingga 18% serta menurunkan emisi gas rumah kaca sekitar 12%. Suatu hal yang saat ini sementara diupayakan di Kabupaten Bone melalui Program Land4Lives. dampaknya akan signifikan terhadap produktivitas dan keberlanjutan pangan daerah.
Penutup : Bone Menuju Masa Depan Hijau dan Tangguh
Kabupaten Bone memiliki segala potensi untuk menjadi pelopor tenaga kerja hijau di Sulawesi Selatan. Dengan sumber daya alam melimpah, masyarakat pekerja keras, dan semangat gotong royong yang kuat, transisi menuju ekonomi hijau bukan hal mustahil.
Namun, keberhasilan itu bergantung pada sejauh mana pembinaan dan peningkatan kompetensi tenaga kerja dilakukan secara terencana, terukur, dan kolaboratif. Ketika tenaga kerja Bone dibekali dengan keterampilan hijau, mereka tidak hanya akan menjaga ketahanan pangan lokal, tetapi juga menjadi bagian dari solusi global terhadap krisis iklim dan pangan.
Membangun tenaga kerja hijau berarti menanam investasi untuk masa depan Bone yang lebih tangguh. tangguh terhadap perubahan iklim, tangguh dalam pangan, dan tangguh dalam ekonomi berkelanjutan.
Oleh: Ir. Andi Hendra Setiawan, M.Si., IPM (CEO Rumen Institute)