(Catatan pada Kegiatan FGD dan Diseminasi Peta Jalan Ekonomi Sirkular Sektor Pertanian dan Limbah Rumah Tangga di Kabupaten Bone)
Oleh: Ir. Andi Hendra Setiawan, S.Pt., M.Si., IPM (Founder Rumen Institute)
BONETERKINI.COM - Wilayah-wilayah berbasis agraris saat ini menghadapi tantangan struktural yang unik. Di satu sisi, sektor primer seperti pertanian dan perkebunan menjadi tulang punggung ekonomi. Namun di sisi lain, penerapan model ekonomi linear konvensional yang dikenal dengan pola (ambil, pakai, buang) menciptakan eksternalitas negatif berupa penumpukan limbah biomassa dan pelepasan emisi karbon yang tidak termanfaatkan.
Transformasi menuju bioekonomi sirkular bukan sekadar tren lingkungan, melainkan sebuah imperatif atau keharusan teknokratis. Pendekatan ini menekankan pada efisiensi sumber daya dan valorisasi limbah, yakni upaya meningkatkan nilai guna residu pertanian menjadi aset energi dan material baru yang bernilai ekonomi tinggi.
Valorisasi Biomassa: Mengubah Residu Menjadi Aset.
Secara teoritis, setiap aktivitas pertanian menghasilkan apa yang disebut underutilized biomass atau biomassa yang kurang dimanfaatkan dalam volume signifikan. Dalam model linear lama, jerami padi atau tongkol jagung seringkali mengalami pembakaran terbuka (open burning). Praktik ini tidak hanya membuang materi organik, tetapi juga melepaskan karbon ke atmosfer secara sia-sia.
Melalui intervensi teknologi sirkular, potensi ini dapat diubah drastis. Salah satu metode yang paling menjanjikan adalah konversi biomassa menjadi biochar atau arang hayati. Biochar tidak hanya berfungsi sebagai pembenah tanah (soil amendment) untuk meningkatkan retensi air dan nutrisi tanaman, tetapi juga berfungsi sebagai penyerap karbon (carbon sink) yang stabil. Secara sederhana, mengembalikan biochar ke tanah sama dengan "mengunci" karbon agar tidak menjadi polusi udara, sekaligus memulihkan kesuburan lahan secara alami.
Biokonversi : Solusi Cerdas untuk Limbah Organik.
Pada sektor pengelolaan limbah domestik, tantangan utamanya adalah dominasi sampah organik sisa makanan. Penumpukan sampah ini di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) memicu proses anaerobik (tanpa oksigen) yang menghasilkan gas metana (CH4), sebuah gas rumah kaca yang potensi pemanasannya jauh lebih kuat daripada CO2.
Solusi ilmiah yang kini diadopsi adalah teknologi biokonversi menggunakan Black Soldier Fly (BSF) atau lalat tentara hitam. Larva BSF memiliki kemampuan degradasi yang luar biasa efisien untuk mengubah limbah organik menjadi biomassa protein. Model ini menciptakan sistem rantai tertutup (closed loop system), dimana limbah organik direduksi menghasilkan protein alternatif untuk pakan ternak, dan sisa residunya menjadi pupuk organik presisi.
Dampak Sosio Ekonomi Mengatasi Kemiskinan dan Stunting.
Implementasi ekonomi sirkular juga memiliki korelasi positif yang kuat terhadap perbaikan indikator sosial, khususnya pengentasan kemiskinan dan penanganan stunting. Kemiskinan di wilayah agraris sering kali dipicu oleh tingginya biaya input produksi pertanian konvensional. Dengan memproduksi pupuk dan pakan mandiri dari limbah, petani dapat menekan biaya operasional secara signifikan, yang berdampak langsung pada peningkatan pendapatan riil mereka . Di sisi lain, integrasi budidaya BSF dengan peternakan unggas menyediakan sumber protein murah dan berkualitas. Ketersediaan telur dan daging ayam yang terjangkau ini sangat krusial untuk memperbaiki asupan gizi masyarakat dan menekan prevalensi stunting yang masih menjadi tantangan di daerah .
Relevansi Strategis bagi Kabupaten Bone.
Dalam konteks Kabupaten Bone, penerapan model transformasi ini memiliki urgensi tinggi mengingat struktur ekonomi daerah yang sangat bergantung pada sektor primer. Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi dominan sebesar 48 % terhadap total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) daerah Tahun 2024. Di sisi lain, Bone menghadapi tantangan manajemen limbah domestik mencapai 410,2 ton per hari berdasarkan data SIPSN KLH Tahun 2024 yang didominasi oleh fraksi organik. Implementasi sirkularitas pada sektor ini melalui konversi limbah rumah tangga menjadi pakan alternatif dan kompos, secara teoritis tidak hanya akan mereduksi beban TPA Passippo secara signifikan, tetapi juga menciptakan efisiensi biaya input (pakan dan pupuk) bagi sektor pertanian yang menjadi penyangga utama ekonomi daerah.
Lebih jauh, integrasi ke dalam mekanisme Nilai Ekonomi Karbon (NEK) menawarkan insentif fiskal baru yang menjanjikan bagi Bone. Berdasarkan analisis pada dokumen Peta Jalan Ekonomi Sirkular Sektor Pertanian dan Limbah Rumah Tangga, Bone memiliki potensi mitigasi emisi terukur sebesar 93.000 hingga 141.000 ton setara CO2 per tahun. Jika potensi mitigasi ini dikapitalisasi melalui pasar karbon dengan asumsi harga konservatif USD 5 -12 per ton, Kabupaten Bone berpotensi memperoleh pendapatan baru (revenue stream) berkisar Rp 7 miliar hingga Rp 26 miliar per tahun. Dengan demikian, secara hitungan, transformasi ini bukan sekadar strategi pelestarian lingkungan, melainkan sebuah instrumen ekonomi yang diharapkan dapat mengakselerasi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
