BONETERKINI.COM.-- Semua sudah tahu, modal uang tidak lain adalah rupiah, dollar, dan lain lain. Sementara modal sosial (social capital) mengacu pada kepercayaan (trust), nilai-nilai, jaringan, dan lain-lain. Modal sosial dapat dilihat pada kebiasaan hidup bergotong royong, bertukar kebaikan, bersilaturrahmi, organisasi sukarela, arisan, majelis taklim, paguyuban, dan sebagainya.
Modal sosial ini harus kita rawat bersama, karena secara politik, kekuatan modal sosial adalah syarat mutlak untuk lahirnya sebuah masyarakat demokratis. Dan secara ekonomi, kekuatan modal sosial yang hidup di masyarakat juga dapat mengurangi pengeluaran biaya (low cost economy), atau sebaliknya kelemahan modal sosial membutuhkan pengeluaran biaya yang tak sedikit (high cost economy).
Asumsi tentang fungsi-fungsi modal sosial ini, diakui atau tidak, juga hadir dalam pertimbangan-pertimbangan Pilkada. Penentuan calon kepala daerah pun sudah mempertimbangkan hal ini, ada yang dicalonkan karena memiliki modal sosial yang kuat, ada yang dicalonkan karena punya uang, atau karena memiliki keduanya. Logis saja tentunya, di Negara demokrasi yang sudah stabil pun masih membutuhkan kekuatan modal sosial dan finansial.
Hanya memang, jangan sampai kekayaan modal sosial masyarakat Indonesia yang telah dibangun para leluhur, seperti kegotongroyongan, nilai kebersamaan, kebiasaan bermusyarawah, sopan santun, dsb, menjadi kian pudar, hanya karena kekuatan uang. Jangan sampai kekuatan uang melabrak nilai-nilai dan norma-norma budaya bangsa kita, menghancurkan modal sosial yang telah diwariskan leluhur kita, hanya karena ambisi-ambisi kita. Pilkada dapat dianggap sukses apabila yang terpilih adalah mereka yang punya komitmen untuk merawat warisan modal sosial bangsa.
Penulis : Andi Ilham Paulangi (Alumni Fakulitas Satra Unhas Makassar)
Editor : Anugrah