Bonepos : Cahaya dari Watampone yang Tak Pernah Padam

BONETERKINI.COM - Kala matahari Reformasi baru saja terbit dari ufuk gelisah bangsa, di awal Januari tahun 2000, sebuah cahaya kecil dinyalakan di jantung Kota Watampone. Bukan cahaya lentera atau obor, melainkan cahaya dari pena yang berani menuliskan kenyataan namanya Bonepos, tabloid mungil namun bergelora, lahir dari rahim keresahan dan tekad perubahan.

Di balik kelahirannya, ada sosok Drs. Bahtiar Parenrengi, seorang jembatan kata dan niat, yang mempertemukan sang pemimpi, penulis dengan sang dermawan: Andi Darvin, 
pengusaha Watampone yang tak hanya membuka pintu dompetnya, tapi juga hatinya. Dari tangan beliau, berdirilah Yayasan YATIRA, lembaga yang menjadi rahim penerbitan Bonepos.

Zaman itu kelam. Pemerintahan daerah cenderung otoriter, hukum terasa berat sebelah. Di jalan-jalan Watampone, perampokan dan perkelahian antar kelompok seperti angin malam yang tak henti berhembus. Premanisme menjelma hantu yang menghantui hari-hari warga. Media yang seharusnya menjadi pelita malah tiarap, sepi, takut bersuara.
Bonepos memilih berbeda. Ia lahir bukan dari meja-meja nyaman, tapi dari jalanan Watampone yang berdebu dan luka. Misinya jelas: menyuarakan yang dibungkam, mengangkat suara yang selama ini tercekat di tenggorokan rakyat kecil. Sebuah cita-cita mulia: menjadikan informasi sebagai jalan menuju keadilan sosial dan keamanan bersama.

Proses kelahirannya pun bukan tanpa tempaan. Di awal, dilakukan rekrutmen wartawan para sarjana, sebagian dari mereka adalah mantan aktivis kampus, sebagian lagi datang karena terpanggil oleh nurani. Mereka bergabung bukan semata-mata karena gaji, tapi karena misi. Karena Bonepos adalah panggilan sejarah.
Setiap dua minggu sekali, Bonepos terbit. Isinya bukan hanya berita, tapi narasi peristiwa yang digali dengan tajam, ditulis dengan hati, dan disajikan dari berbagai sudut pandang. Laporan utama seperti "Panglima dari TabbaE", "Terminal Baru Neraka Baru", hingga "Kursi Sang Raja" menjadi gaung yang mengguncang. Suara yang sempat dibisukan kini bergema di ruang-ruang publik Bone.

Tentu saja, suara keras kadang mengusik telinga penguasa dan mereka yang merasa tersenggol. Ancaman, intimidasi, tekanan, semua datang silih berganti. Tapi dukungan rakyat menjadi perisai yang tak tergoyahkan. Karena Bonepos bukan hanya media ia adalah suara rakyat.

Seiring waktu, Bonepos mengembangkan sayap. Bukan hanya hadir di Watampone, tapi merambah ke Kabupaten Sinjai dan Kabupaten Wajo. Bahkan dalam perjuangan memberantas perampokan, Bonepos berdiri di garda depan bersama Forbes Gerak, menggugah kesadaran kolektif masyarakat untuk menjaga kampung halamannya sendiri.

Tahun 2001, langit Bonepos makin cerah. Lahir Bosowasi Pos, surat kabar mingguan yang melanjutkan semangat yang sama. Dunia hiburan pun dijelajahi: lagu-lagu Bugis dipopulerkan, penyanyi lokal diberi panggung, dan budaya Bone ditinggikan lewat karya.

Bonepos adalah buah reformasi. Aktivis-aktivis kampus seperti Bahtiar Parenrengi, Zainal Bakri, Ilham Paulangi, Andi Syahrum, Tanwir Lamaming, dan penulis sendiri, Kaharuddin, menyulap idealisme menjadi tindakan nyata. Mereka menulis bukan karena instruksi, tetapi karena cinta pada tanah kelahiran.

Kini, 25 tahun berselang, Bonepos tak lagi terbit dalam lembaran kertas, tapi menjelma menjadi Bonepos.com media digital yang dikelola generasi baru, Andi Dedy Sendy, putra pendiri Bonepos. Namun semangatnya tetap menyala, tak pernah padam.

Rekan-rekan pengelola dulu pun kini telah menapaki jalan masing-masing: Bahtiar Parenrengi tetap dijalannya semula, tetap memilih jalan sebagai jurnalis. Zainal Bakri jadi aktivis LSM dan pengusaha, Kaharuddin menjadi ASN di Nunukan Kalimantan Utara Andi Akhmar menjadi Guru Besar di Unhas, Andi Syahrum Makkuradde menjadi Rektor di Universitas Eka Sakti Padang, Ramli dan Kastang menjadi ASN, Yusnan Suyuti, Andi Aris, Subhan menjadi Pengusaha, Herman Wafir memilih jadi aktivis, Bahtiar Malla pengusaha dan legislator, Andi Basri – Pengusaha dan Politisi, Tanwir Lamaming sempat menjadi Ketua KPU Morowali dan Provinsi Sulawesi Tengah sebelum ajal menjemputnya, dan yang lainnya.
Meskipun mereka, kini telah berjalan pada jalan yang berbeda namun semangat dan kerinduan tetap terpatri di dalam jiwa dan raganya. Jalan yang berbeda itu menemui titik temunya yaitu Bonepos karena bonepos adalah napas, adalah semangat adalah kerinduan yang selalu menyala dalam dada setiap sanubari yang pernah berenang dalam Samudra jurnalistik di Kota Watampone.

Bonepos adalah kisah tentang keberanian. Tentang secarik tabloid yang menyalakan lilin di tengah gelap. Ia bukan hanya media, ia adalah saksi sejarah. Ia adalah penggerak perubahan. Ia adalah suara dari Watampone, yang lahir dari rakyat, untuk rakyat.

Saudaraku
Untuk Bapak Alm Andi Darvin dan ibu Seniwati Dalam setiap lembar Bonepos yang terbit, dalam setiap kata yang kami tulis, dalam setiap keberanian yang kami tempuh terselip jejak dan doa seorang lelaki yang memeluk ide dengan cinta dan keberanian: Bapak Andi Darvin.

Beliaulah yang pertama kali percaya bahwa kebenaran layak diperjuangkan. Beliaulah yang tak hanya membuka jalan, tetapi juga menanggung beban, menjadi perisai bagi kami para penulis muda yang belum banyak dikenal dunia, namun membawa bara di dada. Bersama sang istri tercinta, Ibu Seniwati, mereka memberi ruang dan waktu, perhatian dan pengorbanan, agar suara rakyat Bone tak sekadar bergema, tapi bertahan dan mengubah.

Atas kepedulian dan pengorbanan mereka, Bonepos lahir dan bertahan, menjadi cahaya bagi Watampone dan sekitarnya.

Kini, ketika waktu telah membawa Bapak Andi Darvin ke pangkuan keabadian, kami hanya bisa memanjatkan doa dari hati yang paling dalam :

Ya Allah, ampunilah segala khilafnya, terimalah segala amal kebaikannya, lapangkanlah kuburnya, dan tempatkanlah almarhum di sisi-Mu, di tempat yang paling mulia.

Cita-cita besarnya, semangatnya yang menyala untuk Bone yang aman, damai, dan sejahtera, akan kami jaga dan terus kami perjuangkan.

Terima kasih, Bapak.
Terima kasih, Ibu.
Jasa kalian tak hanya tertulis dalam sejarah Bonepos, tapi juga tertanam dalam hati kami yang tak akan melupa.

Selamat ulang tahun ke-25, Boneposku, Bonepos kita semua. Teruslah menyuarakan yang benar, menyuarakan yang terlupakan. Karena suara itu tak boleh mati. Karena rakyat harus selalu punya kata. Karena Bonepos dengan segala keterbatasannya, telah membuktikan bahwa pena lebih tajam dari segala ketakutan.

Mapparewe semmange kita Semua

Oleh: Kaharuddin A. Tokkong
Komentar

Berita Terkini