STRATEGI MENDONGKRAK NILAI IKPA DI PENGHUJUNG TAHUN ANGGARAN

STRATEGI MENDONGKRAK NILAI IKPA DI PENGHUJUNG TAHUN ANGGARAN

Jumat, 23 Desember 2022,
Oleh: Sri Hardini
Kepala Seksi Pembinaan Pelaksanaan Anggaran IA Kanwil DJPb Provinsi Bali

IKPA merupakan kependekan dari Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-5/PB/2022 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga, IKPA adalah indikator yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan selaku BUN yang digunakan untuk mengukur kualitas kinerja pelaksanaan anggaran belanja Kementerian Negara/Lembaga dari sisi kualitas implementasi perencanaan anggaran, kualitas pelaksanaan anggaran, dan kualitas hasil pelaksanaan anggaran.

Pengukuran IKPA meliputi tiga aspek dan delapan indikator. Tiga aspek tersebut meliputi kualitas perencanaan anggaran, kualitas pelaksanaan anggaran, dan kualitas hasil pelaksanaan anggaran. Kualitas perencanaan anggaran merupakan penilaian terhadap kesesuaian antara pelaksanaan anggaran dengan yang direncanakan dan ditetapkan dalam DIPA yang terdiri atas Revisi DIPA dan Deviasi Halaman III DIPA. 

Kualitas pelaksanaan anggaran merupakan penilaian terhadap kemampuan satuan kerja (satker) dalam merealisasikan anggaran yang telah ditetapkan dalam DIPA yang terdiri atas penyerapan anggaran, belanja kontraktual, penyelesaian tagihan, pengelolaan uang persediaan dan tambahan uang persediaan, serta dispensasi Surat Perintah Membayar (SPM). Sementara, kualitas hasil pelaksanaan anggaran merupakan penilaian terhadap kemampuan satker terkait pencapaian output sebagaimana ditetapkan dalam DIPA berupa capaian output.

Kemudian, delapan indikator terkait pengukuran IKPA dijelaskan sebagai berikut. Pertama, Revisi Anggaran: dihitung berdasarkan frekuensi revisi DIPA dalam hal kewenangan pagu tetap yang dilakukan oleh satker dalam satu triwulan dengan bobot sebesar 10%. Kedua, Deviasi Hal III DIPA: dihitung berdasarkan rata-rata kesesuaian antara realisasi anggaran terhadap Rencana Penarikan Dana (RPD) bulanan pada setiap jenis belanja, pemutakhiran RPD pada Halaman III DIPA yang disampaikan oleh satker paling lambat pada hari kerja kesepuluh awal triwulan (pemutakhiran triwulan I dilakukan pada bulan Februari, triwulan II pada bulan April, triwulan III pada bulan Juli, dan triwulan IV pada bulan Oktober) dengan bobot sebesar 10%. Ketiga, Penyerapan Anggaran: dihitung berdasarkan rata-rata nilai kinerja penyerapan anggaran pada setiap triwulan, nilai kinerja diperoleh dari rasio antara penyerapan terhadap target penyerapan setiap triwulan dengan bobot sebesar 20%.

Keempat, Belanja Kontraktual: dihitung berdasarkan nilai komposit dari komponen ketepatan waktu (bobot 40%), akselerasi kontrak dini (bobot 30%), dan akselerasi kontrak belanja modal (bobot 30%) dengan bobot sebesar 10%. Kelima, Penyelesaian Tagihan: dihitung berdasarkan rasio ketepatan waktu penyelesaian tagihan dengan mekanisme SPM-LS Kontraktual terhadap seluruh SPM-LS Kontraktual yang diajukan ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) dengan bobot sebesar 10%. Keenam, Pengelolaan Uang Persediaan (UP) dan Tambahan Uang Persediaan (TUP): dihitung berdasarkan nilai komposit dari komponen ketepatan waktu (bobot 50%), persentase GUP (bobot 25%), setoran TUP (bobot 25%) dengan bobot 10%. Ketujuh, Dispensasi SPM: dihitung berdasarkan rasio jumlah SPM yang mendapatkan dispensasi keterlambatan penyampaian SPM melebihi batas waktu penyampaian SPM yang ditentukan pada akhir tahun anggaran terhadap jumlah SPM yang disampaikan ke KPPN dan telah diterbitkan SP2D-nya pada triwulan IV dengan bobot 5%. Kedelapan, Capaian Output: dihitung berdasarkan nilai komposit dari komponen ketepatan waktu (bobot 30%) dan capaian RO (bobot 70%) dengan bobot total 25%.

Perhitungan nilai IKPA dilakukan selama satu tahun anggaran. Untuk memperoleh nilai IKPA maksimal, satker harus mampu mengatur serta membuat perhitungan yang matang agar masing-masing indikator mendapatkan nilai maksimal. Satker bahkan bisa mempersiapkan hal tersebut sebelum tahun anggaran dimulai. Mengapa bisa demikian?

Desember merupakan bulan terakhir dalam satu tahun anggaran. Desember menjadi bulan yang cukup menentukan terkait capaian nilai IKPA, baik tahun anggaran berjalan maupun tahun anggaran berikutnya. Pada beberapa indikator nilai IKPA, akhir tahun bisa menjadi salah satu penentu capaian nilai IKPA. Hal ini bisa dilihat dari indikator, belanja kontraktual, pengelolaan TUP, dan dispensasi SPM.

Belanja kontraktual. Pada tahun 2021 indikator belanja kontraktual terbatas pada pendaftaran kontrak/adendum kontrak ke KPPN. Jika pendaftaran kontrak/adendum kontrak melebihi 5 hari kerja setelah penandatanganan kontrak/adendum kontrak maka nilai IKPA turun. Namun, pada tahun 2022 unsur penilaian IKPA belanja kontraktual bertambah menjadi tiga. Selain kepatuhan pendaftaran kontrak/adendum kontrak ke KPPN, terdapat unsur penilaian baru, yaitu kontrak pra-DIPA atau kontrak dini dan akselerasi kontrak belanja modal.

Kontrak pra-DIPA merupakan kontrak yang proses penandatanganan kontraknya dilakukan sebelum tanggal 1 Januari tahun anggaran terkait. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Pasal 59 Ayat (1) disebutkan bahwa “Penandatanganan perjanjian dapat dilakukan sebelum tahun anggaran dimulai setelah DIPA disahkan”. Sementara, Pasal 59 Ayat (2) menyebutkan, “Perjanjian yang ditandatangani sebelum tahun anggaran dimulai, mulai berlaku dan dilaksanakan setelah DIPA berlaku efektif”.

Dasar hukum tersebut memberikan penegasan bahwa satker dapat melakukan penandatanganan kontrak sebelum tahun anggaran dimulai sepanjang DIPA telah disahkan dan berlaku efektif. Kontrak pra-DIPA yang masuk pada indikator penilaian IKPA adalah kontrak dengan nominal di atas Rp50 juta. Kontrak pra-DIPA belum banyak dilakukan oleh satker sehingga reformulasi penilaian IKPA untuk belanja kontraktual diharapkan bisa menjadi stimulus tambahan nilai bagi satker yang menerapkan kontrak pra-DIPA dengan tambahan nilai sebesar 30% dari total bobot belanja kontraktual sebesar 10%.

Selain kontrak pra-DIPA, unsur penilaian baru pada indikator belanja kontraktual adalah akselerasi kontrak belanja modal dengan nilai kontrak di atas Rp50 juta s.d. Rp200 juta pada triwulan I. Akselerasi kontrak belanja modal ini difokuskan dilaksanakan pada triwulan I dengan harapan satker mempercepat pelaksanaan anggaran dengan menyelesaikan belanja modal dengan nominal tersebut pada awal tahun anggaran. Penerapan akselerasi kontrak belanja modal ini akan membuat nilai belanja kontraktual bertambah 30% dari total bobot belanja kontraktual.

Pengelolaan TUP. Pada tahun 2022 indikator pengelolaan UP tidak hanya sebatas kepatuhan regulasi dari sisi ketepatan waktu pertanggungjawaban UP/TUP dalam satu bulan saja, tetapi berkembang dengan memperhitungkan besaran setoran sisa TUP yang dilakukan oleh satker. Indeks komposit untuk masing-masing komponen pengelolaan TUP adalah ketepatan waktu sebesar 50%, persentase GUP sebesar 25%, dan persentase setoran TUP sebesar 25%. Oleh sebab itu, untuk mengantisipasi turunnya nilai IKPA pengelolaan TUP maka satker harus benar-benar memperhitungkan sisa TUP yang akan disetorkan pada akhir tahun anggaran.

Dispensasi SPM. Dalam beberapa tahun terakhir dispensasi SPM menjadi bagian dari penilaian IKPA. Setiap akhir tahun anggaran diatur lebih lanjut tentang mekanisme pengajuan permohonan dispensasi SPM atas keterlambatan pengajuan SPM ke KPPN sesuai batas waktu yang telah ditentukan dalam peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan dan Pengeluaran Negara pada Akhir Tahun Anggaran. Apabila satker tidak mengajukan dispensasi SPM maka nilai IKPA dispensasi SPM mencapai 100. Namun, dispensasi SPM yang diterbitkan oleh Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan membuat nilai IKPA indikator dispensasi SPM akan berubah (tidak 100), melainkan menyesuaikan persentase SPM yang diajukan untuk dispensasi. Oleh sebab itu, satker harus berusaha menghindari keterlambatan pengajuan SPM.

Jadi, demi mendongkrak nilai IKPA agar mencapai batas maksimal pada akhir tahun anggaran, satker harus memberikan perhatian khusus terhadap indikator IKPA belanja kontraktual, pengelolaan TUP, dan dispensasi SPM.***

TerPopuler