Reuni ini digelar di sebuah tempat yang menyimpan aroma sejarah Cafe Centro di Jalan Bali Nomor 19, Watampone. Bukan sembarang tempat, di sinilah dahulu ide Bonepos pertama kali dilahirkan. Tempat ini juga merupakan kediaman almarhum Bapak Andi Darvin, seorang tokoh yang menghidupkan napas Bonepos melalui dukungan dana, keyakinan, dan tekad yang tak pernah padam.
Saya tiba agak terlambat, setelah menghadiri acara keluarga. Ibu Seniwati, istri almarhum dan mantan Kepala Keuangan Bonepos, menyambut hangat di tengah suasana yang masih lengang. Sebagian peserta sedang menunaikan salat Zuhur di masjid terdekat.
Tak lama berselang, satu per satu wajah-wajah lama hadir membawa kenangan Ramli SH, Drs Bahtiar Parenrengi, Drs Andi Basri, disusul Kastang, Zainal Bakri, Yusnan Suyuti, Herman Wafir, Subhan, Ichal, serta beberapa kawan dari tim periklanan, sirkulasi, hingga redaksi Bonepos.com. Para istri sejumlah mantan pengelola juga turut hadir, mempererat suasana silaturahmi.Acara dibuka oleh mantan Pemimpin Redaksi Bonepos, Drs Bahtiar Parenrengi, yang menyampaikan bahwa reuni ini telah lama dirancang, namun baru terwujud setelah 25 tahun perjalanan. Ia menuturkan awal mula Bonepos: dari obrolan serius di rumah Drs Zainal Bakri tentang mimpi menerbitkan tabloid lokal pertama di Watampone. Mimpi itu ternyata menuntut lebih dari sekadar niat: SDM, legalitas, infrastruktur, dan tentu saja dana.
Di sinilah Andi Darvin memainkan perannya. Setelah Bahtiar dan Penulis menemuinya di Jalan Bali, ia langsung menyatakan dukungan penuh bukan hanya dana dan legalitas, tapi juga menyediakan kantornya di Jalan Agussalim sebagai markas. Sejak itulah Bonepos lahir, dengan akta diurus di Makassar dan wartawan direkrut di Watampone.
Saya pun diminta berbagi cerita. Saya bercerita tentang hari-hari pertama membangun Bonepos, suka duka menyusunnya dari nol, termasuk bagaimana Bapak Andi Darvin dan Ibu Seniwati turut membantu persiapan pernikahan saya kala itu. Saya tutup dengan membacakan sebuah esai tentang perjalanan 25 tahun Bonepos sebagai bentuk penghormatan dan rasa syukur.
Selanjutnya, giliran Drs Muhammad Zainal Bakri, Koordinator Liputan sekaligus penulis rubrik budaya “Paggetti”. Ia menegaskan kembali posisi Bonepos sebagai tabloid lokal pertama yang tajam, kritis, dan menyentuh. Berita-beritanya bukan saja dibaca, tapi menjadi bahan pembicaraan, bahkan kekhawatiran bagi yang “terkena” tajuk utama. Zainal menyebut keberanian ini lahir karena visi idealis pengelola yang didukung pemimpin umum dan pemimpin perusahaan Bapak Andi Darvin bahwa pengelola Bonepos adalah orang yang tidak bisa dibeli.
Kemudian tampil Kastang, dengan testimoni polos yang justru membuat suasana ringan. Ia merasa dirinya paling tidak layak masuk Bonepos karena bukan sarjana, apalagi tanpa pengalaman. Tapi justru itu yang membuat ia diberi tanggung jawab di bidang pemasaran dan sirkulasi.
Suatu hari, ia ditugasi meliput konser dua artis dangdut nasional. Modalnya hanya satu: kartu pers Bonepos. Dengan penuh ketegangan, ia menembus barikade keamanan, menunjukkan kartu, dan ajaib pintu terbuka. Ia bahkan diterima di ruang istirahat artis. Dari situ ia tahu, kartu Bonepos bukan sekadar tanda pengenal itu adalah “kartu AS” yang membuka banyak ruang hingga akhirnya mengantarkannya menjadi CPNS.Pengalaman serupa disampaikan oleh Ramli SH, kini menjabat sebagai Kabag Hukum Pemkab Bone. Awalnya diajak oleh Herman Wafir, teman lamanya, Ramli mengisi waktu dengan magang di Bonepos sambil menunggu panggilan dari kantor pengacara.
Dengan modal surat tugas dan pas foto, ia resmi bergabung. Dari liputan pertamanya di Pelabuhan BajoE, ia belajar banyak. Ia bahkan menyebut dirinya satu-satunya wartawan “sah” karena masuk lewat prosedur lengkap. Pengalaman di Bonepos, menurutnya, telah membentuk jembatan emas ke dunia birokrasi.
Menjelang Ashar, moderator mengakhiri sesi testimoni dengan harapan reuni semacam ini bisa dilanjutkan pada tahun-tahun mendatang. Bagi yang belum dapat giliran, diharapkan dapat kesempatan pada reuni berikutnya. Giliran terakhir berbicara adalah Andi Dedhy Sendy, generasi kedua Bonepos dalam versi daring: Bonepos.com.
Ia mengakui, nama besar Bonepos tabloid adalah inspirasinya untuk menghidupkan kembali Bonepos dalam format online. Meskipun awalnya diragukan, ia yakin Bonepos.com bisa hidup. Meski tak perlu biaya cetak, media daring tetap butuh dana: mulai dari sewa hosting hingga honor penulis.
Sayangnya, saat ini pendapatan dari advertorial dan iklan terus menyusut. Ia pun mengajak para senior untuk terus mendukung, mengirimkan tulisan dalam bentuk berita atau opini. “Kirim saja ke WA saya,” katanya, “Saya jamin akan dimuat.”
Reuni ditutup dengan ziarah ke makam almarhum Andi Darvin di kawasan situs Manurungnge ri Matajang. Di sana, para kru Bonepos dan Bonepos.com berkumpul. Saya kembali menyampaikan sambutan, kali ini dalam dua bahasa Indonesia dan Bugis.Kami mengingat perjuangan almarhum yang begitu besar untuk menerbitkan Bonepos, dengan segala cinta dan pengorbanan. Doa pun dipanjatkan, air disiramkan ke pusara sebagai bentuk cinta yang tak pernah lekang oleh waktu.
"Terima kasih, Puan Darvin. Kami semua yang hadir di pusaramu hari ini adalah saksi dari jalan panjang yang telah engkau rintis. Dari Bonepos, engkau telah mengantar kami menjadi pribadi yang mengabdi di tempat masing-masing. Ya Allah, ampunilah dosanya, dan tempatkan ia di sisi terbaik-Mu. Aamiin.Oleh Kaharuddin A. Tokkong
(Mantan Redaktur Pelaksana Bonepos)